Halo pembaca. . .
Salam HR. . .
Pada kali ini saya akan mengulas tentang perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan ketika berinteraksi dengan sesama karyawan ataupun pada customernya. Seringkali kita tidak memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan oleh karyawan kita, bahwa sesungguhnya ketika mereka melakukan pekerjaan ada proses tertentu yang terjadi pada pikiran mereka. Tentang bagaimana menentukan sikap dalam menjalankan tugas ataupun melayani customer, perilaku yang dimaksud adalah Discretionary Service Behavior.
Discretionary Service Behavior
Pengertian
Blancero dan Johnson (2001) mendefinisikan DSB sebagai kebijaksanaan karyawan selama berinteraksi dengan konsumen. DSB bukanlah perilaku karyawan yang sudah ditentukan atau secara penuh dikontrol oleh organisasi, serta tidak dilakukan menurut aturan tertulis. Perilaku DSB didasarkan pada pilihan individu mengenai keputusan, kebebasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab (Hartline dan Ferrell, 1996). Karyawan seringkali mempunyai keleluasaan informal dalam memberikan pelayanan dikarenakan kedekatan terhadap konsumen.
Bowen dan Lawler (1992) menjelaskan pemberdayaan sebagai arahan untuk perilaku discretionary behavior, termasuk kebebasan dalam memilih cara yang berbeda ketika melakukan pekerjaan, kebebasan untuk bertindak tanpa perencanaan dalam pertemuan dengan konsumen, masukan pada desain pekerjaan, dan kemampuan untuk merespon sesuatu yang salah. Kelly (dalam Simons dan Roberson, 2003) menggunakan istilah “discretion” untuk menjelaskan perilaku karyawan yang melibatkan dalam pemilihan atau pengembangan alat untuk memenuhi tugas. Hartline & Ferrel (1996) menjelaskan bahwa perilaku DSB juga mencakup adaptasi situasi dan umpan balik konsumen selama karyawan berinteraksi dengan konsumen. Bitner et. al., (dalam Blancero dan Johnson, 2001) telah menjelaskan bahwa perilaku DSB oleh karyawan mempunyai pengaruh yang penting pada kepuasan konsumen.
Organisasi sering merasa perlu untuk mendukung perasaan karyawan mereka tentang kebijaksanaan untuk memungkinkan mereka berinteraksi efektif dengan konsumen, dalam keadaan yang tidak diperkirakan yang mungkin timbul di lingkungan kerja. (Bowen & Schneider dalam Blancero & Johnson, 2001). Ketika organisasi berkeinginan untuk mendorong (dan memonitor) hasil perilaku discretionary yang menguntungkan, perilaku tersebut mungkin sulit bagi organisasi untuk dikelola (atau bahkan harus benar-benar disadari), dan dapat memiliki dampak besar pada efektivitas organisasi jika mempengaruhi kepuasan konsumen.
Ketika organisasi berfokus pada hasil perilaku positif, organisasi juga harus menyadari perilaku negatif yang mungkin berasal dari niat negatif. Perilaku karyawan yang negatif mengarah pada perilaku DSB dengan cara yang tidak bisa diterima organisasi (Kelley dalam Simons dan Roberson, 2003). Ashforth and Lee (dalam Blancero dan Johnson, 2001) mendeskripsikan perilaku defensive discretionary yang mungkin diarahkan langsung ke konsumen yakni terlalu memilih dalam melayani, menghindar dari tanggung jawab, bertindak ceroboh, tidak sesuai aturan, dan mengulur waktu dalam bekerja. Bitner et. al. (dalam Simons & Roberson, 2003) menyebutkan perilaku pelayanan negatif seperti kata tidak senonoh, berteriak, sentuhan yang tidak pantas, dan kasar. Keinginan berperilaku negatif tersebut mengurangi hasil pekerjaan dari karyawan tersebut. Hal tersebut menggangu organisasi dan mengarah pada ketidakpuasan konsumen.
Perbedaan antara DSB dan OCB
DSB tidak bisa disamakan dengan OCB, secara parsial batas antara in-role dan extrarole perilaku kerja adalah tidak jelas dan persoalannya menjadi multi interpretasi (Morrison dalam Blancero dan Johnson, 2001). Perbedaan lain adalah OCB dan Extra-role Behavior (ERB) pada umumnya didefinisikan oleh hasil dari perilaku (perilaku yang menghasilkan target yang positif dipertimbangkan sebagai dampak dari OCB dan ERB yang positif juga), sedangkan DSB lebih akurat didefinisikan sebagai maksud dari karyawan ketika berinteraksi. Perbedaan konsepsi ini mengarahkan pada dua penambahan yang jelas dan perbedaan dasar antara DSB dengan OCB/ERB :
1. Ketika karyawan berperilaku DSB, mereka bisa bertujuan positif atau negatif. Sedangkan konsepsi OCB dan kebanyakan dari ERB diperlakukan sebagai tujuan yang positif (bermanfaat pada organisasi atau pada reken sekerja).
2. DSB diarahkan ke eksternal kepada konsumen diluar organisasi, sedangkan OCB/ERB diarahkan ke internal organisasi kepada anggota organisasi (atasan, rekan sekerja) dan organisasi.
Tujuan Positif dan Negatif dalam DSB
Karyawan bisa melakukan DSB, baik berupa DSB yang positif ataupun negatif. Dalam pengertian, tujuan DSB bisa diperlihatkan sebagai keluaran dari ekspresi apresiasi dari karyawan tentang kerjasama (positif) ataupun pembalasan dendam (negatif), tergantung dari kondisi anteseden. Blancero dan Johnson (2001) berpendapat bahwa karyawan mengekspresikan keinginan untuk melakukan DSB positif atau negatif dalam interaksi dengan konsumen, tergantung dari kondisi anteseden. Tujuan dari DSB positif melibatkan karyawan melakukan hal yang melebihi tuntutan yang disyaratkan dengan usaha untuk memberi manfaat pada organisasi. Tujuan DSB yang negatif adalah melakukan perilaku discretionary yang tidak bisa diterima oleh organisasi (Kelley dalam Blancero & Johnson, 2001). Kondisi negatif yang tidak bisa dipisahkan dari DSB juga dilihat sebagai ketidaksopanan (Andersson & Pearson dalam Blancero & Johnson, 2001). Bentuk negatif dari perilaku orientasi kognitif (discretionary) tidak sama dengan tujuan DSB. Banyak peneliti berpendapat bahwa bentuk positif dan negatif dari discretionary adalah konsepsi yang terpisah, sedangkan Blancero & Johnson (2001) menjelaskan bahwa DSB adalah konsepsi yang tunggal dan saling melengkapi. Baik tujuan positif dan hasil yang positif ataupun tujuan positif dan hasil yang negatif (bergantung pada anteseden dan situasi yang mempengaruhi).
Perbedaan yang penting adalah jika organisasi hanya berfokus pada mengontrol perilaku discretionary positif seperti OCB/ERB yang menguntungkan organisasi, maka kemungkinan terburuk adalah lack (kekurangan) OCB/ERB. Jika organisasi hanya berfokus pada perilaku discretionary negatif seperti anti-citizenship behavior, hasil terbaik yang bisa didapat adalah lack (kekurangan) pada perilaku tersebut. Jika organisasi sadar mengenai DSB, mereka bisa mengontrol anteseden yang mengarahkan pada hasil yang positif atau negatif. Meskipun ada kemungkinan lack (kekurangan) dari DSB, yang ada hanya tingkatan terbesar atau terendah dari hasil positif atau negatif. Dengan kata lain, tidak ada “neutral zone” dari perilaku.
External Direction dalam DSB
Karyawan pada umumnya yang merasa diperlakukan tidak adil di dalam organisasi bisa membuat mereka berperilaku negatif diluar organisasi di berbagai situasi (Blancero, et. al., dalam Blancero & Johnson, 2001). Hal ini bisa terjadi pada lingkungan pelayanan konsumen. Karyawan bisa menjadi bertindak lebih discretionary dan mengontrol fokus atas karakteristik kerja dan hubungan interpersonal (seperti membuat perjanjian dengan konsumen eksternal) dibanding mereka melakukan fokus ke karakteristik pekerjaan dan hubungan internal (seperti membuat perjanjian dengan atasan dan organisasi). Mereka memiliki kebebasan untuk bertindak melakukan perilaku fungsional dan disfungsional pada eksternal (diarahkan ke konsumen) daripada keinginan untuk bertindak ke dalam organisasi (kearah atasan, budaya organisasi, norma kelompok kerja, regulasi tertulis/aturan, dan sebagainya).
Karyawan sering memiliki kesempatan yang lebih kecil tentang “tertangkap” oleh organisasi mengenai perilaku yang mereka lakukan kepada konsumen. Dalam konteks mencegah organisasi mengetahui perilaku DSB negatif, karyawan bisa menyembunyikan maksud negatifnya, sehingga konsumen merasa hasil yang berbeda dari yang dimaksudkan oleh karyawan (Ashforth & Lee dalam Blancero & Johnson, 2001). Perbedaan ini penting karena organisasi secara khas melihat dampak langsung internal OCB/ERB melalui sepengetahuan manajer dan rekan sekerja. Dampak dari pengaruh eksternal langsung DSB bisa terakumulasi tanpa bisa dikendalikan organisasi setiap waktu. Hal ini juga bisa mengarahkan konskuensi terburuk jangka panjang yang tidak bisa diperbaiki (Blancero dan Johnson, 2001).
Blancero dan Johnson (2001) mengusulkan bahwa pengalaman karyawan yang telah lalu berada di rangkaian sebab akibat diantara anteseden (sebagai contoh kondisi tempat kerja) dan hasilnya (sebagai contoh DSB). Logika ini didukung oleh Fisher dan Locke (dalam Blancero & Johnson, 2001), yang menantang bahwa persepsi negatif bisa menggantikan karyawan, dan tidak dinyatakan dengan reaksi kapan dan dimana kejadian itu terjadi, tetapi dinyatakan pada waktu yang berbeda dan diarahkan kepada target yang tidak tahu menahu tentang penyebab reaksi afektif tersebut. Dalam model DSB, karyawan mengevaluasi kondisi tempat kerja dan memutuskan untuk merespon (entah itu positif atau negatif) dengan DSB kemudian diarahkan ke konsumen eksternal.
Ichsan Widyantoro, Mei 2011
No comments:
Post a Comment
add your comment