Halo pembaca. . .
Salam HR. . .
Pada kali ini saya akan mengulas tentang perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan ketika berinteraksi dengan sesama karyawan ataupun pada customernya. Seringkali kita tidak memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan oleh karyawan kita, bahwa sesungguhnya ketika mereka melakukan pekerjaan ada proses tertentu yang terjadi pada pikiran mereka. Tentang bagaimana menentukan sikap dalam menjalankan tugas ataupun melayani customer, perilaku yang dimaksud adalah Discretionary Service Behavior.
Discretionary Service Behavior
Pengertian
Blancero dan Johnson (2001) mendefinisikan DSB sebagai kebijaksanaan karyawan selama berinteraksi dengan konsumen. DSB bukanlah perilaku karyawan yang sudah ditentukan atau secara penuh dikontrol oleh organisasi, serta tidak dilakukan menurut aturan tertulis. Perilaku DSB didasarkan pada pilihan individu mengenai keputusan, kebebasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab (Hartline dan Ferrell, 1996). Karyawan seringkali mempunyai keleluasaan informal dalam memberikan pelayanan dikarenakan kedekatan terhadap konsumen.

Organisasi sering merasa perlu untuk mendukung perasaan karyawan mereka tentang kebijaksanaan untuk memungkinkan mereka berinteraksi efektif dengan konsumen, dalam keadaan yang tidak diperkirakan yang mungkin timbul di lingkungan kerja. (Bowen & Schneider dalam Blancero & Johnson, 2001). Ketika organisasi berkeinginan untuk mendorong (dan memonitor) hasil perilaku discretionary yang menguntungkan, perilaku tersebut mungkin sulit bagi organisasi untuk dikelola (atau bahkan harus benar-benar disadari), dan dapat memiliki dampak besar pada efektivitas organisasi jika mempengaruhi kepuasan konsumen.

Perbedaan antara DSB dan OCB
DSB tidak bisa disamakan dengan OCB, secara parsial batas antara in-role dan extrarole perilaku kerja adalah tidak jelas dan persoalannya menjadi multi interpretasi (Morrison dalam Blancero dan Johnson, 2001). Perbedaan lain adalah OCB dan Extra-role Behavior (ERB) pada umumnya didefinisikan oleh hasil dari perilaku (perilaku yang menghasilkan target yang positif dipertimbangkan sebagai dampak dari OCB dan ERB yang positif juga), sedangkan DSB lebih akurat didefinisikan sebagai maksud dari karyawan ketika berinteraksi. Perbedaan konsepsi ini mengarahkan pada dua penambahan yang jelas dan perbedaan dasar antara DSB dengan OCB/ERB :
1. Ketika karyawan berperilaku DSB, mereka bisa bertujuan positif atau negatif. Sedangkan konsepsi OCB dan kebanyakan dari ERB diperlakukan sebagai tujuan yang positif (bermanfaat pada organisasi atau pada reken sekerja).
2. DSB diarahkan ke eksternal kepada konsumen diluar organisasi, sedangkan OCB/ERB diarahkan ke internal organisasi kepada anggota organisasi (atasan, rekan sekerja) dan organisasi.
Tujuan Positif dan Negatif dalam DSB

Perbedaan yang penting adalah jika organisasi hanya berfokus pada mengontrol perilaku discretionary positif seperti OCB/ERB yang menguntungkan organisasi, maka kemungkinan terburuk adalah lack (kekurangan) OCB/ERB. Jika organisasi hanya berfokus pada perilaku discretionary negatif seperti anti-citizenship behavior, hasil terbaik yang bisa didapat adalah lack (kekurangan) pada perilaku tersebut. Jika organisasi sadar mengenai DSB, mereka bisa mengontrol anteseden yang mengarahkan pada hasil yang positif atau negatif. Meskipun ada kemungkinan lack (kekurangan) dari DSB, yang ada hanya tingkatan terbesar atau terendah dari hasil positif atau negatif. Dengan kata lain, tidak ada “neutral zone” dari perilaku.
External Direction dalam DSB
Karyawan pada umumnya yang merasa diperlakukan tidak adil di dalam organisasi bisa membuat mereka berperilaku negatif diluar organisasi di berbagai situasi (Blancero, et. al., dalam Blancero & Johnson, 2001). Hal ini bisa terjadi pada lingkungan pelayanan konsumen. Karyawan bisa menjadi bertindak lebih discretionary dan mengontrol fokus atas karakteristik kerja dan hubungan interpersonal (seperti membuat perjanjian dengan konsumen eksternal) dibanding mereka melakukan fokus ke karakteristik pekerjaan dan hubungan internal (seperti membuat perjanjian dengan atasan dan organisasi). Mereka memiliki kebebasan untuk bertindak melakukan perilaku fungsional dan disfungsional pada eksternal (diarahkan ke konsumen) daripada keinginan untuk bertindak ke dalam organisasi (kearah atasan, budaya organisasi, norma kelompok kerja, regulasi tertulis/aturan, dan sebagainya).
Karyawan sering memiliki kesempatan yang lebih kecil tentang “tertangkap” oleh organisasi mengenai perilaku yang mereka lakukan kepada konsumen. Dalam konteks mencegah organisasi mengetahui perilaku DSB negatif, karyawan bisa menyembunyikan maksud negatifnya, sehingga konsumen merasa hasil yang berbeda dari yang dimaksudkan oleh karyawan (Ashforth & Lee dalam Blancero & Johnson, 2001). Perbedaan ini penting karena organisasi secara khas melihat dampak langsung internal OCB/ERB melalui sepengetahuan manajer dan rekan sekerja. Dampak dari pengaruh eksternal langsung DSB bisa terakumulasi tanpa bisa dikendalikan organisasi setiap waktu. Hal ini juga bisa mengarahkan konskuensi terburuk jangka panjang yang tidak bisa diperbaiki (Blancero dan Johnson, 2001).
Blancero dan Johnson (2001) mengusulkan bahwa pengalaman karyawan yang telah lalu berada di rangkaian sebab akibat diantara anteseden (sebagai contoh kondisi tempat kerja) dan hasilnya (sebagai contoh DSB). Logika ini didukung oleh Fisher dan Locke (dalam Blancero & Johnson, 2001), yang menantang bahwa persepsi negatif bisa menggantikan karyawan, dan tidak dinyatakan dengan reaksi kapan dan dimana kejadian itu terjadi, tetapi dinyatakan pada waktu yang berbeda dan diarahkan kepada target yang tidak tahu menahu tentang penyebab reaksi afektif tersebut. Dalam model DSB, karyawan mengevaluasi kondisi tempat kerja dan memutuskan untuk merespon (entah itu positif atau negatif) dengan DSB kemudian diarahkan ke konsumen eksternal.
Ichsan Widyantoro, Mei 2011
No comments:
Post a Comment
add your comment