sebuah goresan dari hasil pemikiran yang sederhana dari seorang anak manusia yang selalu berusaha belajar dari apapun dan dari siapapun, untuk memaknai hidup dengan lebih baik
Monday, August 1, 2011
Solo : ikon Budaya ditengah kapitalisasi
Sunday, July 3, 2011
tips wawancara
Untuk para pelamar kerja saran saya, ketika anda mau melamar pekerjaan anda harus tahu dahulu posisi yang dilamar, sehingga interviewer minimal bisa menilai anda bahwa anda adalah orang yang tahu tujuan dan cukup teliti dengan informasi lowongan kerja yang dibuka.
Hal selanjutnya yang tak kalah penting, setelah anda tahu apa yang anda lamar carilah informasi sebanyak-banyaknya tentang posisi tersebut, kerjanya apa saja disitu. Dengan demikian interviewer akan menilai anda sebagai pribadi yang mempunyai pengetahuan yang luas, sehingga perusahaan tidak perlu memberikan pengarahan ekstra untuk memimbing anda ketika bekerja nantinya. Disamping itu, anda akan dinilai sebagai pribadi yang punya inisiatif tinggi jika anda bisa menyampaikan tips & trik terkait masalah yang nantinya akan dihadapi selama menjalani posisi tersebut.
Dalam menyampaikan jawaban, jangan sampai anda terkesan lamban, ga tahu apa-apa, terlebih menggurui, karena hal itu akan menjadi catatan merah dalam penilaian anda. Untuk menjawab pertanyaan, gunakanlah kata-kata formal yang efektif, gunakan istilah asing seperlunya, dan tak kalah penting berilah jeda 3 detik antara pertanyaan yang diajukan dengan jawaban anda. Jika anda langsung menjawab pertanyaan, anda akan dinilai sebagai pribadi yang telalu agresif dan ambisius, apalagi jawabannya kurang tepat, maka anda akan dinilai sebagai pribadi yang ceroboh.
Jika anda menjawab terlalu lamban, anda akan dinilai sebagai pribadi yang tidak smart, pengetahuan minim, sehingga dikhawatirkan anda tidak punya kompetensi yang cukup untuk menduduki posisi tersebut.
Namun, ketika anda menjawab pertanyaan dengan memberi jeda 3 detik, hal itu akan memberikan kesan bahwa anda adalah orang yang bijak. Berfikir dahulu sebelum mengungkapkan statement dan mengambil tindakan.
Gunakanlah intonasi suara yang tidak datar, buatlah alur suara yang naik turun dan penekanan pada hal-hal yang penting sehingga jawaban anda tidak terkesan datar. Gaya penyampaian statement juga sangat mempengaruhi persepsi penilai, usahakan bahwa anda terkesn sebagai orang yang bijak dan tenang.
Demikian tadi sekilas tips, dalam menjawab pertanyaan seputar wawancara kerja, sebenarnya masih banyak hal yang perlu dirinci dan tips-tips yang harus dilakukan serta dihindari. Hal itu akan dibahas dilain waktu.
Semoga bermanfaat,
Ichsan Widyantoro,
3 Juli 2011
Tuesday, June 21, 2011
serba-serbi recruitment
Monday, May 30, 2011
kebijakan dalam bersikap (discretionary service behavior)
pelayanan publik
Wednesday, May 25, 2011
adil itu yang bagaimana ??
Keadilan organisasi melibatkan persepsi karyawan dari keadilan perlakuan yang dilakukan oleh atasan (Colquitt, 2001). Dessler (2005) mengemukakan bahwa suatu organisasi adalah adil, bila di antaranya, dapat disetarakan, imparsial dan tidak bias dalam berbagai cara mereka melakukan banyak hal. Menurut Niehoff & Moorman (1993), keadilan organisasi merujuk pada persepsi subordinat bahwa mereka dilayani secara seksama oleh majikan (pengurus) dan organisasi dalam kerjanya. Menurut Greenberg & Lind (2000), literatur keadilan organisasional dideskripsikan dan dijelaskan sebagai peran keadilan di tempat kerja.
apa sih komitmen ??
sepertinya sudah agak lama gak nulis di blog sendiri, ,
maklumlah lagi sibuk skrpisi. . . hehe
namun, biar bagaimanapun ilmu harus tetap digali, informasi harus tetap dibagi.
pada tulisan kali ini saya akan sedikit mengulas tentang salah satu topik dalam bidang Human Resource, yakni tentang komitmen. Seringkali orang-orang bicara tentang komitmen, kadang seorang muda-mudi yang dirundung asmara, kadang para pebisnis, dan tak jarang para organisatoris. Kali ini saya akan melihat komitmen dalam tinjauan akademis, dan ini mungkin bisa menjadi acuan pembaca yang sedang ada tugas kuliah, ataupun para praktisi bisnis yang ingin mngoptimalkan fungsi SDM nya.
Komitmen yang didasarkan pada sikap yang positif terhadap organisasi (komitmen organisasi) menjadi paradigma yang dominan dalam literatur sebagai hasil yang diinginkan dari praktek manajemen SDM dan paling banyak digunakan dalam penelitian kuantitatif (Swailes, 2004).
Robbins (2005) memberikan pengertian komitmen pada organisasi sebagai suatu keadaan yang menggambarkan sampai tingkat mana seorang karyawan memihak pada organisasi tertentu, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi.
Komitmen organisasi merupakan pemikiran secara umum untuk membawa ke arah hasil yang positif dan merupakan faktor dalam manajemen perubahan (Coopey and Hartley; Guest; Iverson dalam Swailes, 2004). Sedangkan menurut Mowday et. al., (1979) komitmen organisasi merupakan identifikasi individual yang relatif kuat terhadap organisasi dan keterlibatan dengan organisasi tersebut. Hal itulah yang menyebabkan bahwa komitmen organisasi dipertimbangkan sebagai kekuatan identifikasi psikologi individu dan keterlibatannya dalam organisasi (Jaramilo et.al., 2008). Oleh sebab itu, konseptualisasi psikologi ini menunjukkan bahwa di dalam komitmen afektif terdapat tiga faktor yakni identification, involvement, dan loyalty (Banai et. al., 2004). Komitmen menurut Allen dan Meyer (1990) komponennya dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Komitmen afektif
Komitmen affective merupakan suatu proses sikap di mana orang berpikir mengenai hubungan mereka dengan organisasi dalam bentuk kesesuaian nilai dan tujuan. Tingkat di mana nilai dan tujuan individu sesuai dengan organisasi dihipotesiskan berpengaruh langsung terhadap keinginan individu untuk tinggal di organisasi. Dengan kata lain, karyawan yang memiliki komitmen affective kuat akan tinggal di organisasi karena mereka ingin melakukannya
b. Komitmen berkelanjutan (continuance)
Merupakan kesadaran akan biaya yang ditanggung bila karyawan keluar dari perusahaan. Biaya-biaya ini mencakup : (1) Perolehan individu selama bergabung dalam organisasi, dalam bentuk rencana pensiun, senioritas, ketrampilan kerja, afiliasi lokal, hubungan kekeluargaan dan sebagainya, yang dapat hilang karena berpindah pekerjaan; (2) Individu mungkin merasa mereka harus tetap dengan pekerjaan saat ini karena mereka tidak memiliki alternatif pekerjaan lain. Dengan demikian karyawan yang memiliki komitmen continuance yang kuat akan tinggal di organisasi karena mereka merasa harus melakukannya.
c. Komitmen Normatif
Merefleksikan nilai kesetiaan individu secara umum pada organisasi dimana pada komitmen ini karyawan merasa berkewajiban untuk tetap tinggal dalam organisasi meskipun kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik tersedia dimana-mana. Komitmen normative merujuk pada keinginan untuk tinggal di organisasi yang didasarkan pada rasa tugas, kesetiaan, dan kewajiban moral. Komitmen ini dapat berasal dari budaya individu atau etika kerja, yang menyebabkan mereka merasa memiliki kewajiban untuk tinggal dalam organisasi. Dengan demikian, rasa kesetiaan dan tugas yang melandasi komitmen ini menyebabkan individu akan tinggal di organisasi karena mereka merasa sebaiknya melakukan hal tersebut.
Menurut Allen dan Meyer (1990), komponen affective, continuance, dan normative dipandang sebagai komponen yang dapat dibedakan. Hal ini berarti karyawan dapat mengalami tahapan psikologis dalam berbagai tingkatan pada setiap komponen tersebut. Beberapa karyawan dapat merasakan kebutuhan dan keharusan yang kuat untuk tetap tinggal di organisasi, meskipun sebenarnya tidak ada keinginan. Karyawan yang lain mungkin tidak merasa butuh dan harus, tetapi memiliki keinginan kuat untuk tinggal di organisasi.
Menurut Mowday (dalam Allen dan Meyer, 1990) anteseden pada komponen affective dapat digolongkan menjadi 4 faktor, yaitu karakteristik personal, karakteristik pekerjaan, pengalaman kerja, serta karakteristik struktural. Menurut Allen dan Meyer (1990), anteseden pengalaman kerja terbukti yang paling kuat memenuhi kebutuhan psikologis karyawan untuk merasa nyaman dengan organisasi dan merasa kompeten dalam peran kerja.
Allen dan Meyer (1990) mengemukakan bahwa komponen continuance berkembang atas dasar 2 faktor, yaitu : besar atau jumlah investasi yang dibuat individu serta kesenjangan alternatif yang dirasakan. Prediksi kedua faktor tersebut diturunkan dari teori yang dikemukakan Becker dan Farrell & Rusbult. Menurut Becker (dalam Allen dan Meyer, 1990), individu membuat taruhan sampingan (side bets) ketika mereka mengambil tindakan yang meningkatkan biaya karena ketidakberlanjutan dengan tindakan terkait lainnya. Misalnya karyawan yang meng ‘investasikan’ waktu dan energi untuk menguasai suatu ketrampilan kerja yang tidak dapat diterapkan dengan mudah pada organisasi lain. Mereka ‘bertaruh’ bahwa waktu dan energi yang di ‘investasikan’ akan mendapat imbalan. Apabila ‘pertaruhan’ tersebut benar, bagaimanapun juga membutuhkan keberlanjutan kerja pada organisasi. Menurut Becker(dalam Allen dan Meyer, 1990) kemungkinan karyawan akan tinggal di organisasi berhubungan positif dengan besar dan jumlah side bets yang dibuat karyawan.
Seperti investasi, kesenjangan alternatif pekerjaan juga meningkatkan biaya yang dihubungkan dengan keputusan meninggalkan organisasi (Farrell dan Rusbult, dalam Allen dan Meyer, 1990). Oleh karena itu semakin sedikit altenatif yang lebih baik, semakin kuat komitmen continuance karyawan kepada organisasi.
Adapun menurut Wiener (dalam Allen dan Meyer, 1990) komponen normative dapat dipengaruhi oleh pengalaman individu baik yang berhubungan dengan sosialisasi budaya / kekeluargaan maupun cara masuk ke dalam organisasi (sosialisasi organisasional). Dalam hubungannya dengan masa lalu, Allen dan Meyer (1990) berpendapat bahwa seorang karyawan akan memiliki komitmen normatif yang kuat apabila pihak lain yang signifikan (seperti orang tua) adalah karyawan yang menghabiskan masa kerjanya pada suatu organisasi dan atau menekankan pada pentingnya loyalitas organisasional. Dalam hubungannya dengan sosialisasi organisasional, Allen dan Meyer mengemukakan bahwa karyawan yang diarahkan untuk percaya – melalui berbagai praktik organisasi – bahwa organisasi mengharapkan loyalitas mereka akan cenderung memiliki komitmen normative yang kuat.
Sekian ulasan dari penulis, semoga bermanfaat. . .